Kamis, 24 Maret 2011

HAK-HAK KONSUMEN


HAK-HAK KONSUMEN
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.    Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.    Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.    Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kesembilan hak konsumen tersebut yang makin perlu secara kontinu disosialisasikan kembali oleh pebisnis bersama media, YLKI, penegak hukum, pengacara, dan pengamat, terutama di daerah, agar tetap sadar adanya hak-hak konsumen yang terhitung "demand side" dari perekonomian, yakni masyarakat konsumen dan umum. Makin sadar akan hak dan kewajiban kedua pihak, "supply side" dan "demand side", maka semakin berbudaya kehidupan bangsa ini. 

         Sebagai bahan pembanding, yang pernah dijadikan referensi Lembaga Konsumen negeri ini, adalah hak-hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat (AS), pada tanggal 15 Maret 1962 melalui "A special Message for the Protection of Consumer Interest" yang dalam masyarakat internasional lebih dikenal dengan "Declaration of Consumer Right". Dalam literatur umumnya disebut "empat hak dasar konsumen" (the four consumer basic rights). Hak-hak dasar yang dideklarasikan meliputi: 

1.Hak untuk mendapat/memperoleh keamanan (the right to safety). Konsumen memiliki hak
untuk memperoleh perlindungan atas keamanan produk dan jasa. Misalnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen dan masyarakat umumnya. Produk makanan yang aman berarti produk tersebut memiliki standar kesehatan, gizi dan sanitasi serta tidak mengandung unsur yang dapat membayakan manusia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Di AS hak ini merupakan hak pertama dan tertua serta paling tidak kontroversial karena hak ini didukung dan disetujui oleh kalangan bisnis dan konsumen atau yang dikenal sebagai pemangku kepentingan (stake holders).

2. Hak untuk memilih (the right to choose). Konsumen memiliki hak untuk mengakses dan
memilih produk/jasa pada tingkat harga yang wajar. Konsumen tidak boleh ditekan atau dipaksa untuk melakukan pilihan tertentu yang akan merugikan dirinya. Jenis pasar yang dihadapi konsumen akan menentukan apakah konsumen bebas memilih atau tidak suka membeli produk atau jasa tertentu. Namun, dalam struktur pasar monopoli, konsumen dan masyarakat umum digiring berada dalam posisi yang lemah dengan resiko mengalami kerugian bila tidak memilih atau membeli produk dan jasa dari kaum monopolis.

3. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed). Konsumen dan masyarakat
memiliki hak untuk memperoleh informasi yang sejelas jelasnya tentang suatu produk/jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Informasi ini diperlukan konsumen atau masyarakat, agar saat memutuskan membeli tidak terjebak dalam kondisi resiko yang buruk yang mungkin timbul. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk, misalnya efek samping dari mengkonsumsi suatu produk, dan adanya peringatan dalam label/kemasan produk.

4. Hak untuk didengarkan (right to be heard). Konsumen memiliki hak untuk didegarkan
kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait dengan hak untuk memperoleh informasi.
Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur oleh UUPK. Namun, masih ada saja pelaku pe-bisnis manufaktur, distribusi, dunia perbankan dan jasa lainnya acap kali tidak berorientasi pada konsumen dan atau membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur mencari lubang ketidaktahuan konsumen tentang hak hak konsumen yang sengaja ditutupi tutupi demi memperoleh laba . 

          Tidak ada salahnya kalau secara periodik manajemen baik pucak maupun menengah bisnis yang merasa profesional belajar kembali ke serangkaian konsep dasar hak-hak konsumen sebelum mensosialiasikan pada masyarakat konsumen dengan "plan and program" terjadwal yang bukan bersifat "pameran omong kosong" dan cari nama saja. Inilah wujud saling menghargai pelaku "supply dan demand" (co-creation of values) dalam perekonomian. (*)

*      Konsumen berhak atas produk yang aman.

          Masalah keamanan mungkin merupakan prioritas paling rendah di Indonesia. Banyak pengusaha yang mementingkan keuntungan sebesar besarnya tanpa mengindahkan hak konsumen yang pertama ini.
Bisnis low cost airlines sedang menjamur dimana mana, termasuk di Indonesia. Banyak perusahaan yang menekan biaya agar bisa menyediakan tiket murah. Sayangnya, standard keselamatan dan keamanan termasuk area yang disunat. Bagaimana mungkin Adam Air dan Lion Air bisa jadi langganan kecelakaan ?
Ngga cuma dalam arena transportasi, yang paling sering terjadi (dan paling luas dampaknya) adalah bisnis makanan. Bukankah sering kita mendengar baso yang dicampur dengan borax agar tahan lama ? Lalu ikan kakap biasa yang dilumuri obat merah atau pewarna kain berwarna merah agar disangka sebagai ikan kakap merah ?


*      Konsumen berhak atas segala informasi yang relevan terhadap produk yang dipakainya.

Bukan rahasia lagi bahwa dunia marketing terlalu dekat dengan dunia bohong berbohong. Sekalipun tidak berbohong, banyak juga produsen yang tidak mengungkapkan semuanya. I’m not lying, I am just not telling the whole truth.
Kasus bahan pengawet dalam minuman Mizone adalah salah satu contoh. Aqua sebagai produsen mizone tidak mencantumkan keberadaan zat tersebut dalam kemasannya. Hal ini menjadi senjata ampuh dari Vitazone untuk menyerang.

Konsumen memiliki hak untuk berbicara dan didengar.


Produsen seringkali merasa bahwa mereka mengetahui lebih banyak dan merasa memiliki hak untuk mengendalikan. Mereka lupa bahwa tanpa konsumen produsen tidak akan mendapatkan apa apa. Hubungan antara produsen dan konsumen harusnya berdasarkan hubungan saling tergantung satu sama lain, hubungan yang bersifat setara.
Dalam hubungan yang setara, konsumen berhak menyampaikan apa yang ada dalam benak mereka, dan tugas produsen adalah mendengarkan.
Biasanya, konsumen berbicara dalam bahasa “keluhan”. Dari sudut pandang positif, produsen harusnya melihat keluhan, kritik dan kawan kawannya sebagai input untuk memperbaiki diri. Keluhan adalah modal untuk maju. Produsen yang pintar akan memanfaatkan informasi sekecil apapun untuk berinovasi. Apabila tiba saatnya, produsen akan menuai hasil yang baik.

*      Konsumen berhak memilih produk yang akan dibeli.
         
Contoh kasus paling gampang untuk yang ini adalah ketika seseorang berobat ke dokter. BIASANYA, dokter akan segera menuliskan resep pembelian obat merek tertentu. Dan bukan rahasia lagi bahwa untuk tiap obat yang ditulis oleh si dokter, dia akan mendapatkan insentif dari perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut. Pasien sebagai konsumen biasanya cuma bisa pasrah ketika harus menebus obat yang harganya bikin jantung empot empotan. Eh ga cuma jantung deng yang empot empotan…. dompet juga.
Dokter yang peduli kepada pasien, harusnya bisa membiarkan sang pasien memilih obat yang akan dibelinya. Misal si pasien sakit flu. Yang judulnya obat flu itu khan jumlahnya puluhan yang beredar di pasaran. Dokter bisa merekomendasikan (misal) 3 yang paling baik. Setelah itu biarkan pasien yang memilih sesuai kemampuannya.

Konsumen berhak mendapatkan edukasi tentang pembelian mereka.

*      Suatu hari saya membeli sebuah camera digital merek Canon, tipe Powershot A400. Sebagai orang awam, maka saya mencoba coba mainan baru saya itu. Dan sangat membantu sekali ketika saya mendapatkan segala macam bantuan dalam sebuah buku petunjuk. Saya sekarang tahu baterai yang seperti apa yang harus digunakan. Saya juga tahu harus menggunakan memory card yang seperti apa. Tutorial tersebut membantu saya untuk memahami produk tersebut dan memungkinkan saya untuk memaksimalkan fungsi kamera yang saya beli tersebut. Banyak kesalahan yang dilakukan oleh produsen dengan tidak menyediakan informasi yang cukup karena merasa bahwa konsumen bisa belajar sendiri. Kesalahan ini berawal karena mereka meletakkan sudut pandang teknis bahwa semua yang saya lakukan itu gampang dan mudah, sehingga orang lain juga harusnya bisa melakukan hal yang sama. Mereka lupa bahwa tidak semua konsumen mengerti apa yang produsen jual. Produsen harus menaruh posisi mereka sebagai konsumen, bukan memaksa konsumen untuk berpikir seperti produsen.

Konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik.


Pernah membandingkan layanan di SPBU Pertamina vs SPBU Shell ? Itu adalah contoh perbedaan layanan yang paling kentara. Saya akui bahwa bensin Shell mungkin tidak lebih baik daripada bensin pertamina. Beberapa sumber menyatakan bahwa kualitas pertamina justru di atas shell. Tetapi toh saya tetap memilih membeli di SPBU Shell. Kenapa ? Karena saya dilayani dengan baik. Saya membayar lebih untuk kualitas pelayanan tersebut, rasa aman, rasa nyaman, dan rasa percaya.
Sudah saatnya produsen memperlakukan konsumen sebagaimana layaknya. Seandainya produsen mau memperhatikan ke enam hal di atas, bukan hal yang sulit kok untuk memenangkan kompetisi. Produsen yang memperhatikan semua hak konsumen akan mendapatkan Mind Share yang kuat.
.
Sumber : http://www.bantuanhukum.info/?page=detail&cat=B12&sub=B1202&t=2
*) Bob Widyahartono MA (bobwidya@cbn.net.id) adalah pengamat Ekonomi Studi Pembangunan; Dosen Senior di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar) Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar