Sabtu, 17 November 2012

Budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku etika


Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
·       
      Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
·         
       Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
·         
       Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.


Budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku etika


Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
·       
      Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
·         
       Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
·         
       Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.


Sabtu, 20 Oktober 2012

kode etik akuntan


a.      Kode Etik Akuntan adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat.

b.      Kredibilitas:  nilai kerja suatu perusahaan atau seseorang yang mampu menunjukkan suatu kinerja yang sangat baik bagi perusahaan sehingga mendatangkan kebaikan bagi si perusahaan tersebut.

Profesionalisme: mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran karena keahliannya itu.

Skeptisme: aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Integritas: suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik danmerupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yangdiambilnya.

c.       blibery merupakan suatu tindakan yang tidak etis
contoh kasus :
aMajalah Trust/Fokus/1/2002
Selasa, 09 November 2004

Tarif Jaksa Kejati DKI US$ 100 ribu! – ‘Nyanyian’ para Terdakwa Kasus BNI
FAKTA yang terkuak di balik skandal BNI senilai Rp 1,3 triliun terus saja mengalir. Para terdakwa yang kini sedang dalam proses pengadilan ‘bernyanyi’ tentang persekongkolan antara polisi dan jaksa dengan para terdakwa.

Semula nyanyian tak sedap menimpa kalangan polisi dalam hubungan dengan Adrian Herling Waworuntu. Terdakwa yang sempat melarikan diri ke luar negeri itu disebut-sebut memberi sejumlah uang kepada polisi untuk kepentingannya. Tentu saja, tidak ada polisi yang mengaku. Adrian pun membantah telah menyogok.
Lalu nyanyian fals sekarang terlontar dari kalangan terdakwa ke alamat kejaksaan. Menurut pengakuan seorang terdakwa, Harris Is Artono, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Marwan Effendi, memasang tarif US$100 ribu untuk bisa mengatur berkas perkara para terdakwa.

Sebagaimana nyanyian miring kepada polisi, nyanyian tak sedap ke alamat aparat kejaksaan juga dibantah para jaksa yang disebut. Dalam negara yang katanya sangat menjunjung supremasi hukum, seseorang tidak boleh dikatakan bersalah sebelum pengadilan mengetuk palu. Palu pengadilan adalah kata akhir tentang kebenaran dan kesalahan.

Apa yang menarik dari nyanyian para terdakwa itu? Yang menarik adalah kebenaran yang dipersengketakan antara fakta dan bukti hukum. Dan sengketa itulah yang selama ini menyelimuti kesuburan pelanggaran hukum di negeri ini.

Di depan mata kita menyaksikan dengan telanjang percaloan perkara. Ada orang tertentu yang menelepon dan menghubungi terdakwa. Mereka mengaku sebagai kaki tangan polisi dan jaksa untuk mengatur perkara. Ada perundingan, ada tawar-menawar dan tentu saja ada pembayaran.

Tetapi, fakta-fakta ini menjadi tidak bermanfaat sama sekali di depan pengadilan karena tidak menjadi fakta hukum. Fakta hukum membutuhkan saksi dan bukti pembayaran dan perundingan seperti kuitansi atau rekaman pembicaraan.

Mafia peradilan di negeri ini tidak akan bisa diberantas selama fakta tidak diakui sebagai bukti. Padahal, fakta yang selalu dikalahkan itu adalah bagian terpenting dari praktik mafia peradilan.
Di negara dengan tingkat korupsi yang demikian tinggi seperti Indonesia, dengan tingkat kecanggihan menghindari bukti yang demikian licin, keraguan terhadap fakta seharusnya bisa dipakai sebagai kebenaran. Artinya, pengakuan seorang terdakwa bisa dipakai sebagai alat bukti.

Tentu saja keinginan ini hanya bisa dilaksanakan kalau kita berani memakai asas pembuktian terbalik. Bukan saksi dan jaksa yang harus membuktikan seorang terdakwa bersalah, tetapi si terdakwa yang harus membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Dan, untuk memuluskan pembuktian terbalik harus ada undang-undang perlindungan saksi. Jangan sampai–dan ini sudah sering terjadi–seseorang yang melapor tentang penyelewengan orang lain malah dijadikan tersangka dan dijebloskan ke dalam penjara.



kode etik akuntan


a.      Kode Etik Akuntan adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat.

b.      Kredibilitas:  nilai kerja suatu perusahaan atau seseorang yang mampu menunjukkan suatu kinerja yang sangat baik bagi perusahaan sehingga mendatangkan kebaikan bagi si perusahaan tersebut.

Profesionalisme: mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran karena keahliannya itu.

Skeptisme: aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Integritas: suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik danmerupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yangdiambilnya.

c.       blibery merupakan suatu tindakan yang tidak etis
contoh kasus :
aMajalah Trust/Fokus/1/2002
Selasa, 09 November 2004

Tarif Jaksa Kejati DKI US$ 100 ribu! – ‘Nyanyian’ para Terdakwa Kasus BNI
FAKTA yang terkuak di balik skandal BNI senilai Rp 1,3 triliun terus saja mengalir. Para terdakwa yang kini sedang dalam proses pengadilan ‘bernyanyi’ tentang persekongkolan antara polisi dan jaksa dengan para terdakwa.

Semula nyanyian tak sedap menimpa kalangan polisi dalam hubungan dengan Adrian Herling Waworuntu. Terdakwa yang sempat melarikan diri ke luar negeri itu disebut-sebut memberi sejumlah uang kepada polisi untuk kepentingannya. Tentu saja, tidak ada polisi yang mengaku. Adrian pun membantah telah menyogok.
Lalu nyanyian fals sekarang terlontar dari kalangan terdakwa ke alamat kejaksaan. Menurut pengakuan seorang terdakwa, Harris Is Artono, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Marwan Effendi, memasang tarif US$100 ribu untuk bisa mengatur berkas perkara para terdakwa.

Sebagaimana nyanyian miring kepada polisi, nyanyian tak sedap ke alamat aparat kejaksaan juga dibantah para jaksa yang disebut. Dalam negara yang katanya sangat menjunjung supremasi hukum, seseorang tidak boleh dikatakan bersalah sebelum pengadilan mengetuk palu. Palu pengadilan adalah kata akhir tentang kebenaran dan kesalahan.

Apa yang menarik dari nyanyian para terdakwa itu? Yang menarik adalah kebenaran yang dipersengketakan antara fakta dan bukti hukum. Dan sengketa itulah yang selama ini menyelimuti kesuburan pelanggaran hukum di negeri ini.

Di depan mata kita menyaksikan dengan telanjang percaloan perkara. Ada orang tertentu yang menelepon dan menghubungi terdakwa. Mereka mengaku sebagai kaki tangan polisi dan jaksa untuk mengatur perkara. Ada perundingan, ada tawar-menawar dan tentu saja ada pembayaran.

Tetapi, fakta-fakta ini menjadi tidak bermanfaat sama sekali di depan pengadilan karena tidak menjadi fakta hukum. Fakta hukum membutuhkan saksi dan bukti pembayaran dan perundingan seperti kuitansi atau rekaman pembicaraan.

Mafia peradilan di negeri ini tidak akan bisa diberantas selama fakta tidak diakui sebagai bukti. Padahal, fakta yang selalu dikalahkan itu adalah bagian terpenting dari praktik mafia peradilan.
Di negara dengan tingkat korupsi yang demikian tinggi seperti Indonesia, dengan tingkat kecanggihan menghindari bukti yang demikian licin, keraguan terhadap fakta seharusnya bisa dipakai sebagai kebenaran. Artinya, pengakuan seorang terdakwa bisa dipakai sebagai alat bukti.

Tentu saja keinginan ini hanya bisa dilaksanakan kalau kita berani memakai asas pembuktian terbalik. Bukan saksi dan jaksa yang harus membuktikan seorang terdakwa bersalah, tetapi si terdakwa yang harus membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Dan, untuk memuluskan pembuktian terbalik harus ada undang-undang perlindungan saksi. Jangan sampai–dan ini sudah sering terjadi–seseorang yang melapor tentang penyelewengan orang lain malah dijadikan tersangka dan dijebloskan ke dalam penjara.



kode etik akuntan


a.      Kode Etik Akuntan adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat.

b.      Kredibilitas:  nilai kerja suatu perusahaan atau seseorang yang mampu menunjukkan suatu kinerja yang sangat baik bagi perusahaan sehingga mendatangkan kebaikan bagi si perusahaan tersebut.

Profesionalisme: mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran karena keahliannya itu.

Skeptisme: aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Integritas: suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik danmerupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yangdiambilnya.

c.       blibery merupakan suatu tindakan yang tidak etis
contoh kasus :
aMajalah Trust/Fokus/1/2002
Selasa, 09 November 2004

Tarif Jaksa Kejati DKI US$ 100 ribu! – ‘Nyanyian’ para Terdakwa Kasus BNI
FAKTA yang terkuak di balik skandal BNI senilai Rp 1,3 triliun terus saja mengalir. Para terdakwa yang kini sedang dalam proses pengadilan ‘bernyanyi’ tentang persekongkolan antara polisi dan jaksa dengan para terdakwa.

Semula nyanyian tak sedap menimpa kalangan polisi dalam hubungan dengan Adrian Herling Waworuntu. Terdakwa yang sempat melarikan diri ke luar negeri itu disebut-sebut memberi sejumlah uang kepada polisi untuk kepentingannya. Tentu saja, tidak ada polisi yang mengaku. Adrian pun membantah telah menyogok.
Lalu nyanyian fals sekarang terlontar dari kalangan terdakwa ke alamat kejaksaan. Menurut pengakuan seorang terdakwa, Harris Is Artono, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Marwan Effendi, memasang tarif US$100 ribu untuk bisa mengatur berkas perkara para terdakwa.

Sebagaimana nyanyian miring kepada polisi, nyanyian tak sedap ke alamat aparat kejaksaan juga dibantah para jaksa yang disebut. Dalam negara yang katanya sangat menjunjung supremasi hukum, seseorang tidak boleh dikatakan bersalah sebelum pengadilan mengetuk palu. Palu pengadilan adalah kata akhir tentang kebenaran dan kesalahan.

Apa yang menarik dari nyanyian para terdakwa itu? Yang menarik adalah kebenaran yang dipersengketakan antara fakta dan bukti hukum. Dan sengketa itulah yang selama ini menyelimuti kesuburan pelanggaran hukum di negeri ini.

Di depan mata kita menyaksikan dengan telanjang percaloan perkara. Ada orang tertentu yang menelepon dan menghubungi terdakwa. Mereka mengaku sebagai kaki tangan polisi dan jaksa untuk mengatur perkara. Ada perundingan, ada tawar-menawar dan tentu saja ada pembayaran.

Tetapi, fakta-fakta ini menjadi tidak bermanfaat sama sekali di depan pengadilan karena tidak menjadi fakta hukum. Fakta hukum membutuhkan saksi dan bukti pembayaran dan perundingan seperti kuitansi atau rekaman pembicaraan.

Mafia peradilan di negeri ini tidak akan bisa diberantas selama fakta tidak diakui sebagai bukti. Padahal, fakta yang selalu dikalahkan itu adalah bagian terpenting dari praktik mafia peradilan.
Di negara dengan tingkat korupsi yang demikian tinggi seperti Indonesia, dengan tingkat kecanggihan menghindari bukti yang demikian licin, keraguan terhadap fakta seharusnya bisa dipakai sebagai kebenaran. Artinya, pengakuan seorang terdakwa bisa dipakai sebagai alat bukti.

Tentu saja keinginan ini hanya bisa dilaksanakan kalau kita berani memakai asas pembuktian terbalik. Bukan saksi dan jaksa yang harus membuktikan seorang terdakwa bersalah, tetapi si terdakwa yang harus membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Dan, untuk memuluskan pembuktian terbalik harus ada undang-undang perlindungan saksi. Jangan sampai–dan ini sudah sering terjadi–seseorang yang melapor tentang penyelewengan orang lain malah dijadikan tersangka dan dijebloskan ke dalam penjara.



Sabtu, 13 Oktober 2012

Kasus Pelanggaran Kode Etik pada Kantor Akuntan Publik


Kasus 1

”Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti kas keluar untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melakukan penugasan audit atas laporan keuangan klien tersebut”

        Seorang auditor yang mengaudit perusahaan dan ia juga memberi jasa lain selain jasa audit kepada perusahaan yang diauditnya tersebut, meskipun ia telah melakukan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai orang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukannya di perusahaan tersebut. Demikian juga halnya, seorang auditor yang mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam perusahaan yang diauditnya, mungkin ia benar-benar tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut. Namun bagaimanapun juga masyarakat tidak akan percaya, bahwa ia bersikap jujur dan tidak memihak. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independennya.

        Standar Profesi Akuntan Publik mengatur secara khusus mengenai independensi akuntan publik dalam standard umum kedua (SA.220) yang berbunyi: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”

        Pemberian jasa lain selain jasa audit kemungkinan dapat berakibat akuntan publik kehilangan independensinya. Hal ini mungkin disebabkan beberapa alasan sebagai berikut:
1.   Kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada klien cenderung memihak pada kepentingan kliennya sehingga dapat kehilangan independensi di dalam melaksanakan pekerjaan audit.
2.   Kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa selain jasa audit tersebut, harga dirinya dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independen di dalam melaksanakan audit.
3.   Pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mengharuskan kantor akuntan membuat keputusan tertentu untuk kliennya sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen dalam melaksanakan jasa audit.
4.   Kantor akuntan yang melaksanakan pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manajemen klien sehingga kemungkinan kurang independen di dalam melaksanakan audit.

Terdapat tiga persyaratan penting yang harus dipenuhi auditor sebelum diterima melaksanakan jasa pembukuan dan audit bagi klien:

1.   Klien harus menerima tanggungjawab penuh atas laporan keuangan tersebut. Klien harus cukup mempunyai pengetahuan tentang aktivitas perusahaannya dan posisi keuangan serta prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan sehingga ia dapat menerima tanggung jawab tersebut dengan baik, termasuk secara kewajaran penilaian dan penyajian serta kecukupan pengungkapannya. Jika diperlukan, akuntan publik yang bersangkutan harus membicarakan masalah-masalah akuntansi dengan klien untuk memastikan bahwa kliennya sudah memiliki tingkat pemahaman yang dibutuhkan.
2.   Akuntan public harus tidak memegang peranan sebagai pegawai atau manajemen yang menjalankan operasi perusahaan. Sebagai contoh, akuntan publik tidak boleh melakukan transaksi, penanganan aktiva, atau menjalankan wewenang atas nama klien. Klien tersebut harus menyiapkan dokumen sumber semua transaksi dengan rincian yang cukup guna mengidentifikasikan pengendalian akuntansi atas data yang diproses oleh akuntan public, seperti pengendalian terhadap total dan perhitungan di dalam dokumen.
3.      Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan yang disiapkan dari catatan dan buku klien yang sebagian atau seluruhnya dibuat oleh akuntan public, harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Kenyataan bahwa akuntan publik tersebut yang memproses atau menyusun catatan-catatan itu tidak boleh mengurangi kebutuhan melakukan pengujian audit yang memadai.


kasus 2
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Dibekukan
Sulistiono Kertawacana

Wed, 28 Mar 2007 03:35:32 -0800


Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.
Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. 


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).


Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.


Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.


Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.


Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.



Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.


Cukup satu saksi ahli Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang meminta penilaian independen dari saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan kasus overstatement laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan publik akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great River. “Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan saksi ahli dari akuntan publik,” tuturnya kepada pers, pekan lalu.


Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Alasannya, dalam Pasal 101 ayat 3 h UU Pasar Modal disebutkan, penyidik Bapepam-LK berwenang meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pasar modal.


Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal segera menyusun berkas pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat terpisah dari berkas pemeriksaan direksi.


Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini, akuntan yang akan ditetapkan sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas pasar modal itu. “Satu saksi ahli cukup. Bisa dari IAI atau siapapun, yang pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu, langsung kami berkas,” sambungnya.


Pembahasan Diskusi :

Dalam kasus di atas, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).


Untuk kasus yang pertama, pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.


Sebagai seorang akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus pembekuan izin terhadap akuntan publik yang lain dalam berita di atas.

10 Standar Auditing (SA) menyebutkan standar apa saja yang harus ada atau dilakukan dalam proses auditing :

1. Keahlian dan pelatihan teknis yang memadai

2. Independensi dalam sikap dan mental

3. Kemahiran professional dengan cermat dan seksama

4. Perencanaan dan supervise audit

5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern

6. Bukti audit yang cukup dan kompeten

7. Pernyatan apakah Lapkeu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

8. Pernyataan mengenai ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum

9. Pengungkapan informasi dalam Lapkeu

10. Pernyataan pendapat atas Lapkeu secara keseluruhan

Kasus Pelanggaran Kode Etik pada Kantor Akuntan Publik


Kasus 1

”Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti kas keluar untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melakukan penugasan audit atas laporan keuangan klien tersebut”

        Seorang auditor yang mengaudit perusahaan dan ia juga memberi jasa lain selain jasa audit kepada perusahaan yang diauditnya tersebut, meskipun ia telah melakukan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai orang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukannya di perusahaan tersebut. Demikian juga halnya, seorang auditor yang mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam perusahaan yang diauditnya, mungkin ia benar-benar tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut. Namun bagaimanapun juga masyarakat tidak akan percaya, bahwa ia bersikap jujur dan tidak memihak. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independennya.

        Standar Profesi Akuntan Publik mengatur secara khusus mengenai independensi akuntan publik dalam standard umum kedua (SA.220) yang berbunyi: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”

        Pemberian jasa lain selain jasa audit kemungkinan dapat berakibat akuntan publik kehilangan independensinya. Hal ini mungkin disebabkan beberapa alasan sebagai berikut:
1.   Kantor akuntan yang memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada klien cenderung memihak pada kepentingan kliennya sehingga dapat kehilangan independensi di dalam melaksanakan pekerjaan audit.
2.   Kantor akuntan merasa bahwa dengan pemberian jasa selain jasa audit tersebut, harga dirinya dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independen di dalam melaksanakan audit.
3.   Pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mengharuskan kantor akuntan membuat keputusan tertentu untuk kliennya sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen dalam melaksanakan jasa audit.
4.   Kantor akuntan yang melaksanakan pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manajemen klien sehingga kemungkinan kurang independen di dalam melaksanakan audit.

Terdapat tiga persyaratan penting yang harus dipenuhi auditor sebelum diterima melaksanakan jasa pembukuan dan audit bagi klien:

1.   Klien harus menerima tanggungjawab penuh atas laporan keuangan tersebut. Klien harus cukup mempunyai pengetahuan tentang aktivitas perusahaannya dan posisi keuangan serta prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan sehingga ia dapat menerima tanggung jawab tersebut dengan baik, termasuk secara kewajaran penilaian dan penyajian serta kecukupan pengungkapannya. Jika diperlukan, akuntan publik yang bersangkutan harus membicarakan masalah-masalah akuntansi dengan klien untuk memastikan bahwa kliennya sudah memiliki tingkat pemahaman yang dibutuhkan.
2.   Akuntan public harus tidak memegang peranan sebagai pegawai atau manajemen yang menjalankan operasi perusahaan. Sebagai contoh, akuntan publik tidak boleh melakukan transaksi, penanganan aktiva, atau menjalankan wewenang atas nama klien. Klien tersebut harus menyiapkan dokumen sumber semua transaksi dengan rincian yang cukup guna mengidentifikasikan pengendalian akuntansi atas data yang diproses oleh akuntan public, seperti pengendalian terhadap total dan perhitungan di dalam dokumen.
3.      Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan yang disiapkan dari catatan dan buku klien yang sebagian atau seluruhnya dibuat oleh akuntan public, harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Kenyataan bahwa akuntan publik tersebut yang memproses atau menyusun catatan-catatan itu tidak boleh mengurangi kebutuhan melakukan pengujian audit yang memadai.


kasus 2
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Dibekukan
Sulistiono Kertawacana

Wed, 28 Mar 2007 03:35:32 -0800


Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.
Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. 


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).


Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.


Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.


Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.


Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.



Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.


Cukup satu saksi ahli Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang meminta penilaian independen dari saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan kasus overstatement laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan publik akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great River. “Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan saksi ahli dari akuntan publik,” tuturnya kepada pers, pekan lalu.


Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Alasannya, dalam Pasal 101 ayat 3 h UU Pasar Modal disebutkan, penyidik Bapepam-LK berwenang meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pasar modal.


Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal segera menyusun berkas pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat terpisah dari berkas pemeriksaan direksi.


Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini, akuntan yang akan ditetapkan sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas pasar modal itu. “Satu saksi ahli cukup. Bisa dari IAI atau siapapun, yang pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu, langsung kami berkas,” sambungnya.


Pembahasan Diskusi :

Dalam kasus di atas, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).


Untuk kasus yang pertama, pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.


Sebagai seorang akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus pembekuan izin terhadap akuntan publik yang lain dalam berita di atas.

10 Standar Auditing (SA) menyebutkan standar apa saja yang harus ada atau dilakukan dalam proses auditing :

1. Keahlian dan pelatihan teknis yang memadai

2. Independensi dalam sikap dan mental

3. Kemahiran professional dengan cermat dan seksama

4. Perencanaan dan supervise audit

5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern

6. Bukti audit yang cukup dan kompeten

7. Pernyatan apakah Lapkeu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

8. Pernyataan mengenai ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum

9. Pengungkapan informasi dalam Lapkeu

10. Pernyataan pendapat atas Lapkeu secara keseluruhan