Kasus 1
”Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti
kas keluar untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan
pada saat yang bersamaan dia juga melakukan penugasan audit atas laporan
keuangan klien tersebut”
Seorang
auditor yang mengaudit perusahaan dan ia juga memberi jasa lain selain jasa
audit kepada perusahaan yang diauditnya tersebut, meskipun ia telah melakukan
keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat
mempercayainya sebagai orang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa
kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya
dipengaruhi oleh kedudukannya di perusahaan tersebut. Demikian juga halnya,
seorang auditor yang mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam
perusahaan yang diauditnya, mungkin ia benar-benar tidak memihak dalam
menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut. Namun bagaimanapun juga
masyarakat tidak akan percaya, bahwa ia bersikap jujur dan tidak memihak. Auditor
independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen,
namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar
meragukan sikap independennya.
Standar
Profesi Akuntan Publik mengatur secara khusus mengenai independensi akuntan
publik dalam standard umum kedua (SA.220) yang berbunyi: “Dalam semua hal yang
berkaitan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan
oleh auditor.”
Pemberian
jasa lain selain jasa audit kemungkinan dapat berakibat akuntan publik
kehilangan independensinya. Hal ini mungkin disebabkan beberapa alasan sebagai
berikut:
1. Kantor akuntan yang
memberikan saran-saran kepada klien cenderung memihak kepada klien cenderung
memihak pada kepentingan kliennya sehingga dapat kehilangan independensi di
dalam melaksanakan pekerjaan audit.
2. Kantor akuntan merasa
bahwa dengan pemberian jasa selain jasa audit tersebut, harga dirinya
dipertaruhkan untuk keberhasilan kliennya, sehingga cenderung tidak independen
di dalam melaksanakan audit.
3. Pemberian jasa lain
selain jasa audit mungkin mengharuskan kantor akuntan membuat keputusan
tertentu untuk kliennya sehingga posisi akuntan publik menjadi tidak independen
dalam melaksanakan jasa audit.
4. Kantor akuntan yang
melaksanakan pemberian jasa lain selain jasa audit mungkin mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan manajemen klien sehingga kemungkinan kurang independen
di dalam melaksanakan audit.
Terdapat tiga
persyaratan penting yang harus dipenuhi auditor sebelum diterima melaksanakan
jasa pembukuan dan audit bagi klien:
1. Klien harus menerima
tanggungjawab penuh atas laporan keuangan tersebut. Klien harus cukup mempunyai
pengetahuan tentang aktivitas perusahaannya dan posisi keuangan serta
prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan sehingga ia dapat menerima tanggung
jawab tersebut dengan baik, termasuk secara kewajaran penilaian dan penyajian
serta kecukupan pengungkapannya. Jika diperlukan, akuntan publik yang
bersangkutan harus membicarakan masalah-masalah akuntansi dengan klien untuk
memastikan bahwa kliennya sudah memiliki tingkat pemahaman yang dibutuhkan.
2. Akuntan public harus
tidak memegang peranan sebagai pegawai atau manajemen yang menjalankan operasi
perusahaan. Sebagai contoh, akuntan publik tidak boleh melakukan transaksi,
penanganan aktiva, atau menjalankan wewenang atas nama klien. Klien tersebut
harus menyiapkan dokumen sumber semua transaksi dengan rincian yang cukup guna
mengidentifikasikan pengendalian akuntansi atas data yang diproses oleh akuntan
public, seperti pengendalian terhadap total dan perhitungan di dalam dokumen.
3.
Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan yang disiapkan dari
catatan dan buku klien yang sebagian atau seluruhnya dibuat oleh akuntan
public, harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Kenyataan bahwa
akuntan publik tersebut yang memproses atau menyusun catatan-catatan itu tidak
boleh mengurangi kebutuhan melakukan pengujian audit yang memadai.
kasus 2
Akuntan Publik Petrus Mitra
Winata Dibekukan
Sulistiono Kertawacana
Wed, 28 Mar 2007 03:35:32 -0800
Kasus pelanggaran
Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.
Menteri Keuangan pun
memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik
(AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra
Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima
Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena
akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus.
Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan
audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya,
PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai
dengan 2004.
Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk
audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga
dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin
oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002
tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu
Nomor 359/KMK.06/2003.
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya.
Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo
dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18
bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan
penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh
Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak
tahun buku 2002 hingga 2005.
Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin
terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus
terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great
River) tahun 2003.
Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar
obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik
overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang
melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.
Cukup satu saksi ahli Terhadap kasus Great River, saat ini Bapepam-LK sedang
meminta penilaian independen dari saksi ahli untuk menuntaskan pemeriksaan
kasus overstatement laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Kepala Biro
Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Wahyu Hidayat mengatakan akuntan publik
akan dipanggil untuk memberikan penilaian terhadap kasus laporan keuangan Great
River. “Penyidikan Great River masih pada tahap penyempurnaan, kami menyiapkan
saksi ahli dari akuntan publik,” tuturnya kepada pers, pekan lalu.
Pemanggilan saksi ahli oleh penyidik Bapepam-LK ini dibenarkan oleh UU No 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Alasannya, dalam Pasal 101 ayat 3 h UU Pasar
Modal disebutkan, penyidik Bapepam-LK berwenang meminta bantuan ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pasar modal.
Pasca pengambilan keterangan akuntan publik, otoritas pasar modal segera
menyusun berkas pemeriksaan overstatement laporan keuangan Great River yang
akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Berkas itu, kata Wahyu, akan dibuat terpisah
dari berkas pemeriksaan direksi.
Ditambahkan oleh Wahyu saksi ahli kasus Great River bisa diambil dari anggota
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) asalkan independen. Dalam waktu dekat ini,
akuntan yang akan ditetapkan sebagai saksi ahli segera diumumkan oleh otoritas
pasar modal itu. “Satu saksi ahli cukup. Bisa dari IAI atau siapapun, yang
pasti independen. Kalau sudah cukup dengan saksi ahli itu, langsung kami
berkas,” sambungnya.
Pembahasan Diskusi :
Dalam kasus di atas, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik
tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).
Untuk kasus yang pertama, pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit
atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang
dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas
pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan
keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau
sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Sebagai seorang akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa
audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA)
dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus pembekuan izin terhadap akuntan
publik yang lain dalam berita di atas.
10 Standar Auditing (SA) menyebutkan standar apa saja yang harus ada atau
dilakukan dalam proses auditing :
1. Keahlian dan pelatihan teknis yang memadai
2. Independensi dalam sikap dan mental
3. Kemahiran professional dengan cermat dan seksama
4. Perencanaan dan supervise audit
5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern
6. Bukti audit yang cukup dan kompeten
7. Pernyatan apakah Lapkeu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
8. Pernyataan mengenai ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku umum
9. Pengungkapan informasi dalam Lapkeu
10. Pernyataan pendapat atas Lapkeu secara keseluruhan